Sentuhan Manusiawi Peccari Laba
SINDO WEEKLY
Himawan Wijanarko*
Belum lama ini, GlaxoSmithKline (GSK), perusahaan farmasi asal Inggris, meresmikan kantor pusat untuk kawasan Asia di Singapura. Peresmian ini dijadikan momentum penyusunan kerangka kerja sumber daya manusia (SDM), bertujuan meningkatkan partisipasi dan pengembangan karyawan, membangun budaya yang lebih fleksibel, dan membangun karyawan yang tahan banting.
Salah satu bidang priotitas GSK adalah budaya. GSK memadukan visi dan misinya dengan aktivitas-aktivitas sosialnya. Manifestasinya dapat dilihat dari dua aktivitas yang dilakukan secara rutin oleh GSK, yaitu Pulse dan Orange Day. Pulse sifatnya sukarela, mengglobal, dan berbasis keterampilan. Dalam program ini, karyawan dibiayai untuk bekerja di sebuah organisasi nirlaba pilihan mereka sendiri, sesuai keahliannya selama 3-6 bulan. Dengan cara ini, komunitas yang dilayani akan banyak terbantu, Saat bersamaan, si karyawan dapat mengembangkan keterampilannya. Sedangkan Orange Day didedikasikan untuk berbagi kepada komunitas, mulai dari membagikan makanan kepada kaum miskin hingga membantu penyandang disabilitas.
Di samping budaya, bidang lain yang menjadi prioritas GSK adalah pengembangan kepemimpinan, yang diintegrasikan dengan tanggung jawab sosial dan budaya yang didorong tujuan (purpose-driven culture). Dalam rangka hal ini, Departemen SDM kawasan Asia menyelenggarakan Asian Leadership Programme for Emerging Leaders Forum. Dalam program ini, manajer umum dari masing-masing pasar mensponsori 30 talenta dari 12 hingga 15 negara setiap tahunnya. Setiap kepala unit bisnis harus mensponsori paling tidak satu orang dari negara yang berbeda. Karyawan yang terpilih diberikan tantangan oleh organisasi nirlaba. Mereka harus memberikan rekomendasi untuk memecahkan tantangan itu. Peran manajer umum di sini adalah melatih individu melalui tantangan tim. Hasil dari program ini adalah meningkatnya mobilitas dari pasar-pasar yang berbeda. Pasa peserta yang terlibat juga lebih cerdas secara budaya dan bertambah pengalaman.
Namun di atas itu semua, kegiatan-kegiatan semacam pulse, orange day, Asian Leadership Programme for Emerging Leaders Forum telah berhasil menanamkan rasa kebanggaan karyawan terhadap GSK. Bukan hanya itu, mereka memiliki rasa tujuan (sense of purpose): bahwa berkarya bukan semata-mata memperoleh uang, melainkan juga membantu meningkatkan kualitas hidup kaum yang kurang beruntung.
Bila tujuan ini tercapai, karyawan akan merasa puas dan bangga, bukan hanya karena menambah kompetensi, melainkan juga berhasil membantu orang lain keluar dari kesulitan dan memberdayakan mereka (fulfilled), di samping tentu saja meningkatnya kompensasi dan karier. Karyawan yang merasa puas dan bangga akan meningkat produktivitasnya, bersedia terlibat lebih dalam, dan bersedia berkorban lebih demi kejayaan tempat kerja mereka.
Pertanyaannya, bagaimana caranya agar karyawan bukan hanya bekerja demi sekadar menjalankan kewajiban, melainkan juga merasa puas dan bangga (fullfiled) ini? Hal yang utama adalah tujuaan. Tujuan akhir segala aktivitas perusahaan seyogianya diarahkan pada kesejahteraan dan kemaslahatan bagi sebanyak mungkin orang, bukan sekadar rutinitas belaka. Tentu hal ini bukan berarti perusahaan meninggalkan cita-cita meraih keuntungan finansial karena inilah sejatinya tujuan asas didirikannya sebuah bisnis. Namun semata-mata meraih keuntungan finansial akan menghilangkan nilai-nilai semisal ketulusan, kemanusiaan, dan kerukunan.
Berikutnya, mendorong karyawan untuk mencapai tujuan-tujuan mereka di luar perusahaan. Dengan demikian, karyawan diharapkan akan lebih bersemangat memberikan dukungan bagi terwujudnya visi dan misi perusahaan.
Jangan lalai untuk berinvestasi pada pengembangan SDM. Hal ini akan memotivasi mereka. Kebutuhan pelatihan, pengembangan, dan aspirasi karier karyawan harus diperhatikan.
Keteladanan dan nilai-nilai yang dianut oleh eksekutif perusahaan juga berperan signifikan. Mereka harus menjadi pelopor terciptanya perusahaan yang karyawannya berbesar hati berkat kinerja yang cemerlang serta aktivitas kemanusiaan yang menjulang.
*) Penulis adalah salah satu Master Consultant di The Jakarta Consulting Group